SUARA INDONESIA SITUBONDO

Vaksinasi : Hentikan Penularan, Pulihkan Kesehatan, dan Bangkitkan Ekonomi

- 28 November 2020 | 07:11 - Dibaca 48 kali
Peristiwa Vaksinasi : Hentikan Penularan, Pulihkan Kesehatan, dan Bangkitkan Ekonomi
Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, pada acara Dialog Produktif

JAKARTA-Pemerintah secara serius berupaya memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap dampak pandemi COVID-19. Perlindungan terhadap Kesehatan masyarakat menjadi prioritas, pemerintah terus melakukan upaya Testing, Tracing, dan Treatment, serta edukasi 3M guna menekan penularan COVID-19.

Pemerintah juga menanggung biaya perawatan rumah sakit bagi pasien COVID-19, yang berdasarkan hasil survei menunjukkan rata-rata dikeluarkan biaya perawatan Rp.184 juta per orang. Selain biaya yang besar masyarakat yang terdampak COVID-19 tidak bisa bekerja secara produktif sehingga secara otomatis penurunkan pendapatan mereka terjadi. Belum lagi kerugian apabila ada warga negara yang meninggal di usia produktif, beban biaya keluarga yang ditinggalkan pasien. 

“Apabila seluruh masyarakat Indonesia bisa disipilin menjalankan protokol kesehatan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak aman), dan pemerintah aktif menjalankan 3T (Tracing, Testing, Treatment), maka kita dapat menghemat kerugian negara yang lebih besar lagi, kita bisa menghemat sampai Rp.500 Triliun, dan menggunakannya untuk membangun ekonomi Indonesia”, ujar Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, pada acara Dialog Produktif bertema “Memaksimalkan Pengelolaan Kesehatan Lewat Vaksinasi” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). 

Dilain pihak, Icha Atmadi ST, salah seorang penyintas COVID-19 menjelaskan bahwa, tidak hanya merugikan secara ekonomi, namun juga penyakit ini sangat serius seperti. “COVID-19 ini serius sekali. Untuk gejala paling ringan pun bisa terasa sakit baik bagi fisik maupun mental. Apalagi bagi mereka yang mengalami gejala berat, seperti yang dialami ayah saya waktu itu, yang memerlukan alat bantu pernafasan. Perasaan cemas yang dirasakan itu seperti setiap hari akan menghadapi kematian”, terangnya. 

“Saat ini pemerintah memang menanggung biaya rumah sakit melalui anggaran Kementerian Kesehatan. Saya kira kalau dirawat lebih dari 30 hari, apalagi harus masuk ICU yang biayanya bisa sehari Rp.15 juta, pengeluarannya bisa lebih dari seratus juta. Tapi masyarakat perlu pahami, meski ditanggung negara maka jangan merasa nyaman dan tidak peduli menjalankan protokol Kesehatan”, kata Icha. 

Kembali ke Prof. Hasbullah. Dia, mengingatkan, pada saat dirawat mereka menjadi tidak produktif, itu sudah kehilangan banyak pendapatan per harinya. Belum lagi setiap hari pasien merasa khawatir dengan kondisi kesehatannya, ini yang tidak bisa dihitung oleh uang. “Semua pasien COVID-19 baik yang gejalanya ringan, sedang, maupun berat, mengalami titik terendah sehingga membuat kita lebih introspeksi”, terangnya. 

Cara terbaik, sambung Prof. Hasbullah, agar masyarakat dan negara tidak merugi lebih besar lagi caranya melakukan pencegahan, jangan sampai terkena COVID-19. “Oleh karena itu saya sarankan untuk disiplin menjalani protokol kesehatan 3M. Kalau nanti sudah ada vaksin, kita tambah dengan vaksin. Meskipun harga vaksin saat ini belum keluar nilainya, tapi misalnya harganya nanti Rp.200.000, investasi ini akan memberikan kita peluang lebih aman daripada berisiko besar terinfeksi dan memerlukan pengobatan”, jelasnya. 

Kata Prof. Hasbullah, biayanya sangat berat kalau terkena COVID-19, apalagi nanti tidak mau divaksinasi. Hidup bisa tidak nyaman karena risiko mengeluarkan Rp.200-300 juta apabila terinfeksi. “Vaksin terbukti mampu memberikan ketenangan, contohnya kasus penyakit TBC, karena hampir semua orang sudah divaksinasi BCG, kita bisa tenang menjalani kehidupan”, terang Prof. Hasbullah. 

Dari perspektif agama, Prof. Hasbullah menilai, mencegah penularan sama derajatnya dengan melakukan ibadah, “Menjaga diri dan orang lain di sekitar kita agar tidak tertular COVID-19 adalah ibadah. Saking besarnya ibadah itu sampai naik haji dan sholat jumat berjamaah pun boleh ditinggalkan untuk menghindari penularan lewat kerumunan”, tegas Prof. Hasbullah. 

Masyarakat, imbuh Prof. Hasbullah, harus berpifikir positif, selektif, dan cerdas dalam menerima informasi, ambil informasi dari sumber resmi dan terpercaya seperti penjelasan pemerintah. “Masyarakat harus cerdas dalam memilih informasi yang akurat”, tuturnya. 

Tak hanya itu yang disampaikan Prof. Hasbullah. Namun, dia juga menegaskan bahwa protokol kesehatan dalam keluarga amat penting. “Kita harus menyadari bahwa mencegah penularan COVID-19 sangat besar manfaatnya bagi diri sendiri dan orang lain. Manfaatnya memang tidak kelihatan saat kita belum mengalaminya, sama seperti perumpamaan, kita baru menyadari mahalnya mata kita saat kita sudah tidak bisa melihat lagi. Jadi jangan kita tunggu sampai kita kehilangan penglihatan. Mencegah jauh lebih baik dan itulah amal ibadah kita”, tutup Prof. Hasbullah. (Siaran Pers Tim Komunikasi Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional/heru) 


» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA

Pewarta :
Editor :

Share:

Komentar & Reaksi

Berita Terbaru Lainnya