SITUBONDO – Komisi I DPRD Situbondo dalam merevisi Perda nomor 27 tahun 2004 dituntut untuk berani mengganti pasal terkait sanksi yang dianggap saat ini masih kemah. Seperti hukuman kebiri atau denda yang sangat berat.
Hal itu disampaikan Ketua Umum PMII Cabang Situbondo, Moh. Faizi setelah melakukan hearing bersama Anggota Komisi I DPRD di Kantor DPRD Situbondo, Jumat (26/1/2023).
Ketua PMII Situbondo, Moh. Fauzi mengungkapkan, pemberian sanksi yang ada didalam Perda nomor 27/2004 terhadap pelaku prostitusi selama ini sangat ringan. Mereka menuntut agar anggota DPRD berani merevisi terkait masalah pemberian sanksi tegas kepada pelaku dan penjual prostitusi.
"Seperti hukuman kebiri atau denda yang sangat berat. Ini dilakukan demi tegaknya Perda untuk mencegah adanya prostitusi di Kota Santri," tegas Faizi.
Faizi mengatakan, pihaknya bersama belasan anggota mendatangi kantor DPRD Situbondo, mendesak anggota dewan yang saat ini membahas revisi Perda Inisiatif Larangan prostitusi khususnya dalam memberikan sanksi dan denda seberat-beratnya kepada pelaku dan penjual prostitusi.
“Karena selama ini yang diterapkan oleh pemerintah hanya sanksi yang sangat ringan, seperti membayar denda puluhan juta saja. ketika denda itu bisa di bayar, pelaku akhirnya bebas tidak ada sanksi lain,” ujarnya.
Kata dia, pelaku tidak akan jera untuk mengulangi perbuatannya kembali ketika mereka merasa memiliki uang untuk menebus denda tersebut. Sehingga tidak memberikan efek jera.
“Saya merasa optimis ketika PSK atau mucikari atau konsumen saat tertangkap oleh petugas, dikenakan sanksi atau denda yang tinggi mereka pasti akan pikir pikir untuk melakukan perbuatan ini di Kota Santri," tegasnya.
Ketika sanksi yang diberikan itu kemah dan dendanya nominalnya kecil mereka pasti mampu untuk membayar denda. Kemudian mereka tidak akan ada efek jera.
Dia menilai, bahwa sanksi yang selama ini diterapkan hanya akan membuat pelaku tutup sebelah mata. Karena sanksi bisa dibayar dengan uang. “Coba kalo sanksi nya kebiri dan denda sangat tinggi pasti orang-orang akan berpikir berkali-kali,” cetusnya.
Sementara itu, Faizi mengatakan, pembahasan Perda inisiatif DPRD segera dituntaskan. Agar tindak lanjut anggota dewan lebih jelas ke depan.
“Peraturan yang di buat oleh DPRD saat ini harus benar-benar diseriusi untuk memberantas pelacuran di Situbondo. Jangan sampai berhenti di tengah jalan,” ucapnya.
Faizi mengaku, adanya aturan larangan prostitusi yang baru, nantinya lebih humanis dan manusiawi dalam menertibkan kegiatan prostitusi. Sebab, para pelaku tidak ditelantarkan begitu saja.
“Memang, aturan ini (Perda Inisiatif) lebih manusiawi daripada Perda nomor 24 Tahun 2004. Sebab, kalau perda tersebut hanya fokus menertibkan, kemudian membongkar. Tapi PSK atau mucikari ditelantarkan begitu saja, ini tidak ada solusinya,” jelasnya.
Ketua Komisi I DPRD Situbondo, Hadi Priyanto mengatakan, saat ini Komisi I DPRD menindaklanjuti perda inisiatif terkait larangan prostitusi oleh ketua komisi sebelumnya. Kali ini jajaran anggota mempercepat pembahasan tersebut untuk segera disahkan.
“Saat ini proses pembahasan bersama antara eksekutif dengan legislatif. Pembahasannya baru sampai menerima jawaban dari bupati pada akhir tahun 2022. Oleh sebab itu, kami akan segera mempercepat pembahasan ini,” ucapnya.
Hadi mengaku, pembahasan antara eksekutif dan legislatif hampir selesai. Diperkirakan dalam waktu dekat i segera selesai.
“Paling tidak butuh dua atau tiga bulan lagi perda ini segera diparipurnakan,” ungkapnya.
Selain itu, Hadi menyinggung masalah perda Nomor 27 tahun 2004 terkait larangan prostitusi. Pasalnya, dalam ketentuan aturan yang diterapkan dinilai tidak manusiawi.
“Kalau perda nomor 27 tahun 2004 sudah jelas aturannya, yakni melarang, bongkar dilepas. Namun pertanyaan muncul, setelah di bongkar para PSK nya mau dikemanakan?,” tanya dia.
Akan tetapi, dalam perda yang baru ini jelas aturan yang ditetapkan. Seperti cara penertiban yang dilakukan, kemudian pasca dibubarkan para PSK nasibnya juga jelas.
“Para PSK akan rehabilitasi kemudian dilakukan pemberdayaan oleh pemerintah untuk dilatih keterampilan kerja. Artinya, dalam perda yang baru kami meminta kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasi kewirausahaan dan penguatan modal,” jelasnya.
Hadi menambahkan, dalam proses rehabilitasi, para PSK akan didampingi oleh sejumlah tim, seperti kesehatan, psikolog serta tokoh masyarakat, dan berapa pihak lain untuk mendampingi.
“Setelah mendapat pendampingan, mereka merasa bisa nyaman lagi kembali ke masyarakat,” pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Syamsuri |
Editor | : Bahrullah |
Komentar & Reaksi