SITUBONDO, Suaraindonesia.co.id - Ritel modern di Kabupaten Situbondo menjadi ancaman serius bagi keberadaan pasar tradisional. Sebab, pertumbuhannya yang kian masif membuat pasar tradisional juga semakin tergusur.
Hal itu terungkap dalam program bincang Ngopi Kopi yang diinisiasi oleh Komisi I DPRD Situbondo. Diskusi bertajuk Ngobrol Pintar Kebijakan Publik digelar bersama Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Jumat (14/03/2023).
Ketua Komisi I DPRD Situbondo Hadi Prianto mengatakan, program Ngopi Kopi adalah melakukan terobosan baru untuk mengawasi kebijakan publik di organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait di lingkup Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo.
Menurut Hadi—sapaanya, salah satu yang dibahas adalah pembangunan ritel modern seperti Alfamart di wilayah Besuki Situbondo yang jaraknya berdekatan dengan pasar tradisional, namun masih mendapatkan izin.
"Komisi I DPRD mempertegas bahwa sudah ada aturan yaitu Peraturan menteri perdagangan yang mengatur bagaimana jarak antara pasar tradisional dan pasar modern yang ditetapkan oleh daerah dengan Perda Nomor 13 tahun 2014 itu tidak bertentangan, artinya masih bisa dilaksanakan, dan kita sudah mengatur itu," kata Hadi kepada awak media, Jumat (14/07/2023).
Hadi menjelaskan, jarak pembangunan ritel modern dari pasar tradisional harus minimal 1 kilometer. "Ini harus menjadi dasar Pemkab Situbondo untuk mengimplementasikan keluarnya perizinan terhadap pasar modern," tegasnya.
Polemik ritel modern dimungkinkan, lanjut Hadi, tidak hanya terjadi di wilayah Besuki Situbondo saja. Masih banyak ritel modern yang tidak patuh pada regulasi yang ada.
"Setelah kami cek apakah perizinan bangunannya dan sebagainya sudah terbit, ternyata sudah terbit, apakah ini terjadi karena kesalahan pemohon atau kesalahan dari pemerintah daerah, ini harus kita evaluasi bersama," bebernya.
Program Komisi I DPRD Situbondo, Ngopi Kopi Ngobrol Pintar Kebijakan Publik, (Foto: Syamsuri/suaraindonesia.co.id).
Lebih lanjut, Hadi menambahkan, DPRD akan mempertegas dalam menegakkan regulasi, karena Perda itu adalah peraturan Perundang-undangan yang harus ditegakkan di Kabupaten Situbondo.
"Ini harus dievaluasi dan jangan jangan sampai terjadi lagi, Informasi yang kami dapat dari DPMPTSP saat Ngopi Kopi Ngobrol Pintar Kebijakan Publik, ini akan ada 10 lagi pemohon pasar modern yang mengajukan perizinan bangunan gedung atau PBG, dan ini jangan sampai izin yang keluar nanti bertentangan dengan Perda Nomor 13 Tahun 2014," ungkapnya.
Hadi mengaku dalam penegakan Perda masih minim pengawasan, sehingga pada saat OPD mengeluarkan rekomendasi atau izin sebelumnya tidak mengukur jarak terlebih dahulu.
"Dalam Ngopi Kopi Ngobrol Pintar Kebijakan Publik bersama DPMPTSP, DPRD tidak hanya menyoroti soal jarak saja, tetapi persoalan komitmen yang sudah diatur di Perda 13 tahun 2014 harus juga dilaksanakan," imbuhnya.
Selain itu, Hadi juga mempertanyakan komitmen ritel modern dalam memberikan kesempatan produk UMKM Kabupaten Situbondo.
"Ini wajib hukumnya bagi pasar modern yang ada di Kabupaten Situbondo untuk memberikan ruang tempat jualan produk lokal bagi UMKM kita. Apabila ada pasar modern tidak mengizinkan, ini ada sanksi administratifnya bahkan sampai bisa diberikan sanksi berat, yaitu pencabutan perizinannya," ujarnya.
Hal ini dimaksudkan agar produk UMKM Situbondo tidak hanya dijual di pasar tradisional saja, namun produk tersebut juga bisa naik kelas ke ritel modern.
"Kita sekarang sudah mempunyai produk beras BK 01 dan BK 02, bagaimana supaya produk ini juga bisa terjual di pasar modern, sehingga produk produk beras kita ini juga bisa bersaing dengan merk merk beras lain yang dijual di pasar modern," pungkasnya.
» Klik berita lainnya di Google News SUARA INDONESIA
Pewarta | : Syamsuri |
Editor | : Irqam |
Komentar & Reaksi